Partai Indonesia yang Mencle Kanan Mencle Kiri


Saya sendiri sempat bingung mengenai istilah partai sayap kiri dan sayap kanan ini. Di Indonesia istilah ini sangat tidak populer. Padahal hampir di seluruh dunia, ketika seseorang ingin mengidentifikasi suatu partai, maka hal pertama yang ditanyakan adalah posisi partai tersebut pada spektrum ideologi politik.

Pancasila tetap sebagai Dasar Utama. Selagi tidak ada yang nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila, Idealisme apapun di bawah nya dapat menjadi platform partai.

Namun, untuk mengklasifikasikan partai-partai yang ada di Indonesia seperti yang populer dilakukan di seluruh dunia, ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Sulit karena idealisme partai kebanyakan tersirat dalam nilai-nilai platform partai. Karena secara tersurat, selain PKS dan PBB (Islam), juga PDIP (dengan tambahan Marhaenisme) mengklaim sebagai Partai berdasar Pancasila saja. Maka, untuk memetakan spektrum politik partai Indonesia, tidak ada yang akurat.  

Mari kita mulai dari perspektif teori.

Beberapa partai di Indonesia dibangun di atas fundamental sayap kiri atau fundamental sayap kanan. Namun, dalam kenyataannya, ternyata masing-masing partai setidaknya memiliki kecenderungan sedikit ke kiri dan ke kanan.

Sulit untuk mengklasifikasikan mereka, oleh karena itu, kita lihat terlebih dahulu definisi kiri kanan menurut Amerika Serikat.

Sayap Kiri: Perdagangan yang adil, Egalitarianisme, Kesetaraan (Equality), Pengaturan Ekonomi, Pajak yang ketat, Komunitas yang menjunjung etika, inklusif, dan sekuler (dalam pengertian non-relijius).

Sayap Kanan: Perdagangan bebas, Meritokrasi, Kekayaan, Deregulasi ekonomi, Perpajakan yang longgar, komunitas yang menjunjung moral, eksklusif, dan relijius.
Kemudian dengan menggunakan prinsip yang sama, kita coba klasifikasikan partai-partai di Indonesia.

Kita mulai dengan partai-partai sayap kiri dulu.

Politik sayap kiri adalah posisi atau kegiatan politik yang menerima atau mendukung persamaan sosial dan egalitarianisme, sering bersebrangan dengan hierarki sosial dan ketidaksetaraan sosial. Sebagian besar sekuler atau non relijius.

Prinsip ini sejalan dengan Komunisme, Sosialisme, dan sampai batas tertentu, Marhaenisme. Sebuah partai yang cocok dengan deskripsi ini adalah PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).

Hanura, Gerindra (awalnya didirikan atas dasar ini, tetapi kemudian seiring waktu menjadi bergeser atau berpindah posisi), dan partai lain seperti Partai Buruh, PNBK, PNI Marhaen, dll.

Kemudian sayap kanan.

Politik sayap kanan adalah posisi atau aktivitas politik yang melihat beberapa bentuk stratifikasi sosial atau ketidaksetaraan sosial sebagai sesuatu yang tak terelakkan, wajar, normal, atau diinginkan. Sebagian besar religius.

Prinsip ini sangat cocok dengan beberapa partai Islam dan, Partai Demokrat (yang sebenarnya berada di tengah) cenderung lebih kanan-tengah daripada kiri. Partai yang benar-benar berada di ujung sayap kanan sepertinya hanya PKS dan PBB. Sedangkan sisanya lebih ke sayap kanan bagian tengah, seperti PKB dan PAN.

Tetapi apakah itu yang benar-benar terjadi di lapangan? Tidak juga.

Mengapa?

Kita masuk pada perspektif praktis.

Pemilu di Indonesia memiliki corak nya sendiri berbeda. Dalam pemilu pada negara demokrasi yang matang, setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih calon: 


Ideologi Kandidat


Visi Misi dan Program kandidat

Kepribadian calon yang bersangkutan. (terkadang ditambah "faktor xseperti suku, ras atau agama)


Begitu urutannya.

Ambil contoh, Setiap kali calon presiden Amerika Serikat berdebat, ideologi (Demokrat versus Republik) selalu didahulukan. Selalu Merah vs Biru mencoba mencekik satu sama lain. Kemudian masing-masing kandidat memaparkan rencana jangka pendek dan jangka panjang, dan bagian terakhir yang dipertimbangkan oleh pemilih adalah kepribadian dan track record kedua kandidat.

Tetapi di Indonesia berbeda. Semuanya dalam urutan yang berbeda. Orang Indonesia cenderung berpikir dari bawah ke atas.

Jadi urutannya, kepribadian pertama, lalu "apa rencananya atau programnya", dan yang terakhir adalah ideologi.

Inilah sebabnya mengapa sulit untuk mengklasifikasikan partai-partai Indonesia termasuk ke sayap kiri atau sayap kanan, karena mereka terus mengubah sikap dan menyesuaikan program kampanye berdasarkan apa yang diinginkan pemilih, karena pemilih (kecuali fanatik PKS menurut saya) tidak terlalu peduli dengan ideologi partainya selama ini, selagi kandidat tampak menjanjikan.

Sebagai contoh misalnya.

Di Jawa Tengah, Saya ingin Ganjar Pranowo yang didukung oleh partai sayap kiri, PDI-P untuk memenangi Pemilukada 2018. Sementara di Jawa Barat justru ingin Sudrajat, yang didukung oleh PKS, sebuah partai sayap kanan untuk menang.

Bisa Terjadi di Indonesia, dalam dua pemilihan pada tahun 2012 dan 2013, banyak orang mendukung partai sayap kiri dan kemudian satu tahun kemudian mereka mendukung partai sayap kanan.

Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena mereka tidak peduli.

Mereka tidak peduli sama sekali karena mereka hanya melihat kandidat. Orang Indonesia tidak peduli jika Si A berasal dari kiri atau kanan, selama ia terlihat cakap, terlihat baik dan jujur, dan cukup menarik.

Hal ini juga menjelaskan mengapa di Indonesia, partai-partai itu tidak bertindak seperti apa yang seharusnya sebagai pemilik idealisme. Di Indonesia, partai politik bertindak lebih seperti alat untuk berbagi kekuasaan, bukan alat untuk memperjuangkan idealisme.

Sebagai contoh, PDI-P adalah partai sayap kiri yang seharusnya memperjuangkan kesetaraan, memberikan fasilitas yang lebih baik kepada orang miskin atau “wong cilik”, rencana ekonomi nasionalis, "berdikari" atau barang-barang impor yang dibatasi, membatasi hak-hak pemilik modal, dll.

Tapi lihat apa yang Jokowi, representasi partai tersebut telah lakukan:


Meningkatkan tarif angkutan umum bagi kelas bawah.

Mengimpor banyak ternak dari Australia.

Membuka pintu lebar untuk investor asing.


Mencabut Subsidi.


Menghentikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).



Tidak terlihat seperti kebijakan sayap kiri, sama sekali.

Sementara itu, PD (Demokrat) seharusnya cenderung liberal ekonomi sayap kanan, menegakkan pasar perdagangan bebas, menyelamatkan bisnis yang gagal (contoh Century), Meringankan cara berbisnis, dan menarik investasi asing langsung.

Tapi lihat apa yang telah dilakukan oleh presiden representasi partai mereka, SBY:


Bantuan Langsung Tunai

Alih-alih pasar perdagangan bebas, mereka membatasi impor (Pada kasus tertentu).


Menghentikan ekspor bahan mentah, dll.


Itu juga tidak terlihat seperti kebijakan sayap kanan.

Semua ini terjadi karena partai politik Indonesia tidak memiliki idealisme. Setiap keputusan ada pada mereka sendiri, dan terkadang itu semua harus  menyesuaikan dengan kebijakan yang populer atau direstui masyarakat.

Terakhir.

Bayangkan jika hal yang sama terjadi di Amerika Serikat. Bayangkan jika Demokrat tiba-tiba meloloskan RUU yang mengharuskan anak-anak untuk membaca Alkitab setiap pagi. Atau tiba-tiba, Republikan menaikkan gaji minimum atau UMR dua kali lebih tinggi dari yang sekarang. Orang Amerika akan menjadi shok dan terkedjoet.

Itu memang tidak akan terjadi di Amerika Serikat. Tetapi di Indonesia, itu mungkin.

Itulah sebabnya sangat mungkin seorang politisi di Indonesia untuk berganti partai tiga atau empat kali selama kariernya (seperti beralih perusahaan). Tidak mustahil juga bagi kader partai seperti PDI-P untuk membuat RUU pelarangan penjualan alkohol dengan alasan "bertentangan dengan nilai-nilai Islam". Mungkin juga partai seperti Gerindra untuk bergabung dengan PDI-P (sayap kiri) dalam pemilihan Jakarta 2012, namun bergabung dengan PKS (sayap kanan) dalam pemilihan Jawa Barat 2018.

Jadi Gerindra ini kiri atau kanan? Tergantung. Di Jakarta, kiri. Di Bandung, kanan.

Itulah mengapa di Indonesia, menjadi kiri atau kanan adalah teori belaka. Orang hanya akan memilih kandidat, mengabaikan partai di belakang mereka. Ya, kecuali mungkin PKS dan kader nya, siapapun yang disodorkan partai akan didukung dengan militan. Jadi Demokrasi kita belum matang atau memang coraknya seperti ini? Anda yang menentukan.

No comments:

Powered by Blogger.