Pacaran bukan Zina



Pasti sedikit mengejutkan bila dikatakan bahwa Pacaran itu bukan Zina. Padahal orang-orang mengenal bahwa Zina itu perbuatan yang didekati saja tidak boleh. Zina, dalam agama Islam, hakikatnya memang perbuatan hubungan suami istri antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan merupakan mahramnya. Kategori zina adalah perbuatan yang disertai dengan peneterasi. Namun apabila mendekati saja tidak boleh, maka hal-hal yang menjurus kepada zina, walaupun tidak disertai peneterasi atau hubungan suami istri adalah perbuatan yang dilarang. Apalagi dalam sebuah hadis dikatakan bahwa Zina cakupannya sangat luas. Ada Zina mata, Zina tangan, bahkan Zina pikiran, Subhanallah.

            Namun, kita bisa mengatakan dengan tegas bahwa pacaran itu bukan Zina. Tentu saja bukan dalam ranah agama Islam, akan tetapi dalam hukum pidana di Indonesia. Ada sedikit perbedaan makna antara Zina dalam agama Islam dan Zina dalam Hukum Positif di Indonesia. Perzinaan, dalam hukum pidana Indonesia adalah Hubungan Intim antara dua orang laki-laki dan perempuan, yang bukan merupakan suami istri dimana salah satu pasangannya sudah menikah. Maka jika disederhanakan, Perzinaan dalam hukum pidana Indonesia bisa disamakan dengan perselingkuhan. Hal ini bisa kita buktikan dengan membaca Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan Pasal 284 ayat (1-5). Disana secara rinci disebutkan bahwa Perzinaan adalah perselingkuhan. Istri, dalam hal ini, atau suami yang diselingkuhi merupakan korban. Maka korban dapat mengadukannya ke pihak kepolisian. Delik Perzinaan ini sama seperti Delik Perkosaan merupakan delik aduan. Artinya, apabila korban tidak mengadukannya kepada pihak penegak hukum maka tidak akan diproses, atau apabila korban memaafkan dan menarik kembali aduannya, maka tidak akan diproses juga.
            Maka, adalah sebuah perkataan yang logis jika kita mengatakan bahwa pacaran itu bukan perzinaan. Hal itu bila kita melihatnya dari segi hukum pidana Indonesia. Jangankan pacaran, berhubungan intim antara seorang laki-laki dan perempuan dewasa yang tidak memiliki pasangan bukanlah perbuatan melawan hukum. Asalkan dengan asas suka sama suka antara keduanya. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh kolonialisme Belanda. Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum yang kita pakai saat ini merupakan warisan dari penjajah kolonial Belanda. Belanda, menggunakan hukum eropa kontinental di negaranya. Oleh karena itu, mereka juga menerapkannya kepada jajahan mereka pada masa kolonialisme dahulu. Pada saat Indonesia merdeka, untuk menghindari kekosongan hukum, maka dipakailah Wetboek van Strafrecht, sumber hukum yang digunakan Belanda di Indonesia dulu yang kemudian diadopsi menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau lebih dikenal dengan KUHP.
Walaupun telah mengalami beberapa perubahan, namun pasal tentang Perzinaan dalam KUHP ini memang tidak tersentuh sedikitpun. Bukan hendak menyalahkan pemerintah namun negara Indonesia ini bukan hanya milik satu agama saja. Tidak didasarkan pada satu agama tertentu. Tidak semua agama melarang perzinaan, apalagi pacaran. Bisa dikatakan bahwa kita saat ini tidak memiliki pengganti yang sepadan dari KUHP. Terdapat banyak proses yang kompleks untuk mengganti KUHP sesuai dengan keinginan masyarakat. Dari agama Islam misalnya, cukup banyak isi dan materi KUHP yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bukan saja mengenai Perzinaan atau Perkosaan tapi ada juga mengenai hukum waris, perbankan, pembunuhan, bisnis minuman keras, baik dari segi definisi perbuatannya hingga vonis  atau pidana terhadap pelakunya. Bagi masyarakat muslim, bukan masalah ada atau tidak adanya hukum yang melarang serta mengancam dengan hukuman, mereka tetap menjauhi perbuatan demikian dengan niat beribadah kepada Allah Swt. Seperti sebuah peribahasa, “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” Kita harus menghormati hukum yang berlaku di suatu daerah. Para pemimpin bangsa dahulu sudah bermusyawarah dan bersepakat baik itu mengenai dasar negara hingga hukum yang akan digunakan di negara Indonesia ini.
Jadi Pacaran itu bukan Zina. Bukan dilihat dari persfektif Agama Islam, namun dari Hukum Pidana Indonesia. Yang keliru adalah pencatutan kata ‘Perzinaan’ dari istilah agama Islam untuk diambil ke dalam KUHP dengan makna dan definisi yang ternyata sangat jauh berbeda. Pacaran jelas tidak dilarang di Indonesia. Begitu pula hubungan intim antara seorang laki-laki dan perempuan dewasa atas dasar suka sama suka. Perbuatan yang sebenarnya termasuk ke dalam definisi Perzinaan dalam Islam, namun tidak tergolong Perzinaan dalam Hukum Pidana Indonesia. Padahal sudah disebutkan di atas bahwa dalam Islam, Zina itu cakupannya bisa  meluas menjadi Zina mata, Zina tangan dan Zina Pikiran. Islam juga sebenarnya tidak mengenal istilah pacaran. Karena perbuatan tersebut bisa mendekati Zina. Namun, banyak juga penyalahartian dari larangan Islam ini. Beberapa muda-mudi merasa dirinya bukan pacar satu sama lain, namun melakukan hal-hal yang bahkan melebihi batas. Yang Islam larang itu bukan status ‘pacaran’ nya. Namun perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada Zina nya. Islam tidak peduli status yang dimiliki seorang laki-laki dan perempuan. Namun perilaku keduanya yang mendekati Zina lah yang dilarang.
Baiklah, jangan terlalu dibaca dengan mimik muka serius. Ini hanyalah kegelisahan intelektual dan nurani saja, yang memang biasanya dituangkan ke dalam tulisan sederhana seperti ini. Tulisan ini tidak bertujuan sebagai penyindiran atau penyerangan bagi pihak lain, namun sebagai cerminan dan refleksi bagi diri sendiri.
    

No comments:

Powered by Blogger.