Pemerhati Pohon: Sebuah Pledoi Dari Seorang Kapitalis



Teruntuk anda pemerhati masa depan bumi.

Apa sumber daya alam yang paling mudah diperbaharui?

Bagaimana kita bisa mengubah limbah CO2 yang kita hembuskan ke atmosfer kembali menjadi O2 yang bermanfaat?

Dan bagaimana kita bisa membuat dunia lebih indah dan hijau?

Jawaban untuk semua pertanyaan tersebut adalah Pohon.

Pohon menjadi sekitar 90 persen sumber hidup setiap makhluk hidup di Bumi. Sedang hutan sendiri berfungsi sebagai rumah bagi mayoritas spesies di planet ini. Setiap hari kita  menggunakan ribuan produk yang berasal dari pohon. Diantara produk tersebut ada yang nampak jelas seperti kayu dan kertas, dan banyak juga yang tidak begitu jelas seperti mikrokristalin selulosa, bahan utama dalam banyak obat-obatan.

Siapa yang tidak suka pohon? Rasanya tidak ada.

Pohon, terutama dalam beberapa dekade terakhir, telah menjadi isu yang sangat kontroversial. Disini kita tidak membahas Pemerhati Pohon dan Pembenci Pohon. Tapi ini tentang perseteruan dua kubu sesama pemerhati pohon. Orang-orang yang mengaku pemerhati pohon ini dibagi menjadi dua kubu.

Satu kelompok melihat pohon sebagai sumber daya alam penting dan energi terbarukan. Kelompok ini umumnya melakukan penanaman pohon justru untuk membuat penggunaan banyak produk yang berasal dari pohon. Kelompok ini yakin bahwa pohon ini memiliki nilai manfaat lebih jika sudah ditebang, dan, dengan argumentasi bahwa pohon ini dapat diperbaharui, maka sudah menjadi kodrat pohon untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan umat manusia.

Kelompok kedua memandang pohon dengan cara yang berbeda. Kelompok ini menekankan nilai hutan sebagai ekosistem utama dengan fungsi menyediakan habitat yang dilindungi untuk berbagai macam kelompok species. Kelompok ini memilih untuk melarang hutan sebagai bahan penggunaan komersial, apapun alasannya.

Argumentasi antara dua kelompok ini masing-masing dapat dikatakan cukup kuat.

Lalu dimana posisi anda?

Sebenarnya, jika kita melakukan langkah yang tepat, kita dapat sekaligus menggunakan pohon serta menjaganya.

Oleh karena itu, terlebih dahulu kita perlu mendefinisikan dua istilah: yang pertama adalah Forestry atau Kehutanan, yang berarti penciptaan, manajemen dan pemanfaatan hutan atau suatu praktik untuk membuat, mengelola, menggunakan dan melestarikan hutan untuk kepentingan manusia.

Istilah kedua adalah "deforestasi," yang berarti proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-hutan.
Ada dua kesalahpahaman yang meluas tentang istilah forestry atau kehutanan ini.

Kesalahpahaman pertama adalah orang-orang menganggap bahwa kehutanan itu, seperti yang dilakukan oleh industri kehutanan, adalah sebuah tindakan yang paling bertanggung jawab atas terjadinya deforestasi.

Pernahkah suatu waktu, ketika anda membeli kayu dari tempat penjualan kayu, lalu berpikir bahwa secara tidak langsung anda telah menyebabkan sedikit hutan hilang di suatu tempat?

Pemikiran tersebut mungkin benar, mungkin juga salah. Bisa jadi, yang kita lakukan sebenarnya justru mengirimkan sinyal ke pasar dan industri kehutanan untuk menanam lebih banyak pohon dan menghasilkan lebih banyak kayu untuk memenuhi permintaan.

Intinya disini, penebangan pohon bukan penyebab utama deforestasi. Deforestasi terjadi ketika penebangan pohon tidak disertai penanaman kembali hutan, atau tidak membiarkan pohon tumbuh kembali secara alami.

Deforestasi terdengar seperti kata negatif, memang bisa saja menjadi negatif, tetapi kenyataannya tidak selalu negatif.

Seperti telah disinggung di atas, Deforestasi terjadi ketika setelah pohon-pohon ditebang, tanah tersebut justru digunakan untuk tujuan yang berbeda. Dan ternyata, penyebab terbesar terjadinya deforestasi adalah pertanian, atau penciptaan lahan pertanian baru. Sayangnya, yang menjadi masalah adalah pertanian juga sama pentingnya. Dunia memiliki tujuh miliar manusia untuk diberi makan. Pemenuhan kebutuhan pangan adalah salah satu basic need utama manusia. Sejauh ini, pengembangan pertanian bertingkat di Jepang mulai mengarah kepada pemecahan masalah ini. Lalu penyebab lain terjadinya deforestasi adalah pembuatan lahan pemukiman dan jalan.

Kesalahpahaman kedua tentang Forestry atau kehutanan adalah kecenderungan kita untuk menilai lanskap atau pemandangan alam sesuai dengan selera mata kita. Kita dengan mudah mengatakan bahwa suatu wilayah memiliki tingkat ekologi tanah yang jelek hanya karena wilayah tersebut tidak enak dipandang mata. Hal ini menyebabkan terjadinya penolakan kita ketika menyaksikan pemandangan wilayah yang pohonnya baru saja ditebang, karena terlihat porak-poranda, hancur, dan tidak sedap dipandang.

Kita tidak bereaksi sama ketika melihat pemandangan padang rumput dengan domba-domba bergerombol merumput atau padang bunga melambai tertiup angin. Begitu juga ketika pemandangan sawah hijau dan kebun teh yang memanjakan mata. Padahal  keduanya sama-sama contoh dari deforestasi.

Padahal dahulu sawah atau kebun tersebut adalah hutan alam dengan keanekaragaman hayati yang sekarang menjadi sebuah peternakan atau pertanian. Dengan kata lain, kita menilai buku dari sampulnya dan menyamaratakan keindahan dengan kesehatan ekologi dan ketidakindahan pemandangan dengan kerusakan alam.

Pemikiran seperti ini menyebabkan banyak aktivis lingkungan mendukung pembatasan penebangan pohon, karena menganggapnya sebagai penyebab utama hutan kita menghilang. Padahal tidak. Ada daerah yang sama di Kalimantan hari ini masih tetap hutan sama seperti 100 tahun yang lalu, karena pengelolaan hutan atau forestry yang tepat.

Hal ini sebenarnya masih mengesampingkan fakta bahwa penduduk dunia terus bertambah hingga hampir tiga kali lipat dalam setengah abad ini. Aktivis lingkungan harus harus mengerti bahwa selain setiap pohon harus dilindungi, banyak sekali produk yang sangat diperlukan dihasilkan oleh pohon.

Tindakan menumbuhkan lebih banyak pohon sebagai penopang ekosistem dan menggunakannya sebagai sumber daya paling terbarukan di dunia dapat dilakukan beriringan. Satu pohon untuk satu orang sudah lebih dari cukup untuk menopang hidup di bumi.


Pada akhirnya, kita semua pemerhati pohon.

No comments:

Powered by Blogger.